Minggu, 28 September 2014

Selamat Tinggal Cinta Pertama


Saat pertama,kau seperti orang asing bagiku,tapi entah kenapa saat pertama kali aku melihatmu.....Hati ini sangat tertarik. Kau begitu cantik mempesona. Dengan wajah bundarmu,rambut panjangmu yang terurai mengombakkan hatiku. Kau berhasil membuatku merasakan cinta pertama. Engkau masuk ke kehidupanku tanpa izin. Engkau pula masuk ke hatiku tanpa izin. Engkau begitu indah, terkadang nafsuku ingin membelaimu. Membelai wajah yang begitu membuat hatiku bergetar. Membelai rambut yang mengombakkan hatiku. Membelai telapak tanganmu dengan telapak tanganku, dan kudekap erat tanganmu serasa tak ingin kulepas.

Jumat pagi, pertama kalinya aku ke rumahmu. Pertama kalinya juga aku ke rumah seorang cewek bertujuan untuk apel. Kau dan keluargamu menyambut sopan diriku. Hatiku grogi. Mulutku membisu. Tanganku bergetar. Tapi semua itu hilang entah kemana setelah engkau mendekap tanganku. Ketenangan datang menghampiriku seiring ucapan-ucapan lembutmu. Keluargamu seolah tahu apa tujuanku datang. Mereka membiarkamu saja yang menemaniku. Hatiku terhanyut. Rasaku mulai menggebu-gebu. Apalagi saat aku mengetahui bahwa engkau belum mempunyai kekasih hati. 0h......Harapan. Harapan yang begitu indah, harapan yang selalu ku jaga.


Setelah kejadian itu, benih-benih cinta dihatiku mulai tumbuh menjadi kuncup-kuncup bunga yang indah yang siap mekar kapan saja. Ku jaga bunga itu dengan segenap jiwa dan ragaku. Ku cegah benih-benih cinta yang lain yang ingin masuk ke hatiku. Hari semakin hari, kuncup perlahan bermekaran. Begitu indah rasa ini. Ku berjanji, saat setelah ujian nasional yang kurang lebih 3 bulan lagi akan ku tembak engkau tepat dihari ulang tahunmu.

Tiga bulan kujalani bersamamu. Hubungan ini serasa sudah seperti pacaran. Semakin hari, semakin aku mengenalmu, semakin aku tak memahamimu, semakin banyak pertengkaran kita. Kadang engkau yang egois, kadang aku yang egois. Kadang aku yang menyelesaikan, kadang engkau yang menyelesaikan. Itu semua aku anggap wajar, dengan usiaku dan usiamu yang masih labil akan emosi, diusia-usia baju putih abu-abu. Pernah sekali engkau ku bawa pulang. Engkau malu-malu untuk mendekapku saat berboncengan. Saat sampai, ku kenalkan engkau pada ibu bapakku, mereka hanya tersenyum dan meninggalkan kita. Aku sudah menyuguhimu dengan makanan-makanan seadanya. Maaf memang hanya itu lah yang ada. Tak terasa perbincangan ku denganmu sudah hampir 2 jam, kau berpamit kepadaku, ibuku, dan bapakku. Sebelum pergi, sempat ku pegang telapak tanganmu dengan telapak tanganku yang menyampaikan pesan kerinduan dan sampai jumpa.

Aku ingin meneteskan air mata, hatiku ingin menjerit dengan keras saat pertengkaran kita tak bisa terselesaikan, sampai diujung puncaknya. Orang tuaku pernah berkata bahwa engkau bukanlah yang baik untukku, bahwa tempat asalmu dan tempat asalku tak bisa dipersatukan -- kepercayaan orang tua -- dengan hubungan cinta. Aku mencoba tuk tidak mempercayainya, aku masih mempertahankan bungaku untukmu. Tapi, semakin aku tak mempercayainya (kepercayaan orang tua), kenyataan semakin terjadi. Kau membuat banyak sekali luka dihatiku, satuan, puluhan, bahkan ratusan duri-duri tajam engkau tancapkan ke hatiku. Hatiku berdarah, mataku meneteskan airnya yang mengukir di pipi. Sungguh sulit untuk menghentikan ukirannya, sungguh sulit untuk menghentikan pendarahan di hatiku. Tapi entah mengapa, bahkan hatiku sudah menganggapmu sebagai "pembawa luka", tapi kenapa? Kenapa aku masih mempertahankanmu? Itulah Pertanyaan konyol yang bahkan aku sendiri sudah tahu jawbannya. Ya, itu semua karena aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, tak peduli separah apapun luka yang engkau goreskan, tak peduli orang tuaku berkata apa, aku masih mempertahankanmu.

Hari itu pun datang, 25 april, hari ulang tahunmu. Hari dimana aku akan mengungkapkan isi hatiku. Ku persiapkan hari itu dengan matang. Mulai dari tempat, lagu, kata-kata, dan kalung. Ku minta sahabatku untuk menyanyikan sebuah lagu yang akan mengiringiku mengungkapkan kata-kata indah. Kata-kata yang sudah ku rangkai sejak dulu. Ku pegang kedua tanganmu, kulihat kedua bola matamu, dan ku buka mulutku "dulu aku pernah bilang padamu,bahwa aku akan mengungkapkan isi hatiku kepadamu pada saat hari ulang tahunmu. Dan sekarang adalah saatnya" dengan jongkok paha kanan di atas, paha kiri di bawah, tangan kanan memegang tangan kananmu, ku ucapkan "aku mencintaimu dan menyayangimu, maukah engkau menjadi pacar pertamaku?". Mataku sangat berharap, wajahnya tersipu malu, tubuhnya basah karena habis digebyur teman-temannya. Cukup lama aku menunggu dan berharap, akhirnya engkau pun menganggukkan kepala. Tanda bahwa engkau telah setuju.

Tangis menjadi tawa. Pertengkaran menjadi kemesraan. Luka menjadi matahari yang menyinari bunga dihatiku darimu. Rasa kangen saling meluap-luap. Tapi sayang....Itu tidaklah bertahan lama. Engkau membuat luka lagi. Pertengkaran kita bertambah sengit menjadi-jadi tak terkendali. Ku mencoba tuk memahamimu, tapi engkau tak pernah coba untuk memahamiku. Rasanya sakit. Benar-benar sakit. Apalagi saat hubungan kita engkau campurkan dengan bumbu kebohongan. Engkau duakan perasaanmu pada lelaki lain. Ku kecewa, sangat kecewa. Engkau tak jujur padaku. Engkau tak percaya padaku. Engkau merahasiakannya padaku.

Sekarang aku sadar, ternyata bunga yang tumbuh dihatiku ini bukanlah bunga matahari yang kuning mencerahkan. Melainkan bunga putri malu yang penuh dengan duri dan misteri. Saat ku sentuh daunnya, daunnya menutup memberi misteri. Saat ku sentuh batangnya, jariku sakit penuh luka karena tertusuk duri. Tapi saat ku lihat bunganya mekar, begitu indah berwarna merah muda. Seperti diri dan sifatmu.

Hatiku gundah gulana saat merasakanmu mulai memudarkan cintamu. Duri-duri perih mulai kau tancapkan dihatiku dengan perkataan-perkataan hinamu. Pikirku berupaya untuk mempertahankanmu. Tapi apa daya, hatiku sudah tak sanggup. Hatiku sudah tak kuat. Perasaanku padamu sudah engkau bunuh dengan luka-luka yang engkau lukis. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini.

Saat aku bersamamu, aku seperti sedang dipeluk oleh bidadari cantik dengan rambut panjang yang mempunyai dua sayap putih di punggung kanan kirinya. Disela-sela sayap itulah terdapat pedang-pedang yang menusuk-nusuk tubuhku saat dipeluk. Untuk itulah aku melepaskanmu pergi cinta pertamaku. Selamat tinggal cinta pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar